Pada Sepiring Tongseng

Dagangan tongsengku. Masak kalau lagi mood saja.

Kambing sebetulnya bukan pilihan populer dalam hidangan berbasis daging-dagingan. Bau prengus dan ketakutan kolesterol membuat orang seringkali minder dan takut duluan untuk menyantap hewan satu ini.

Tapi bukankah hidup itu perkara keberanian mengambil risiko? Untuk pemegang prinsip gaya hidup sehat, saya tidak memaksa untuk membaca habis tulisan ini. Untuk yang suka nyerenpet bahaya, silakan kalau mau lanjut.

Olahan kambing yang populer di jajanan rakyat Indonesia umumnya hadir dalam bentuk sate, sop, gulai, nasi goreng, atau tongseng. Menu terakhir ini bisa dibilang sangat segmented. Tongseng hanya hadir di warung olahan kambing yang penjualnya berasal dari wilayah Jawa Tengah bagian tengah terutama di wilayah bekas Karesidenan Solo serta Kedu (Magelang), dan Yogyakarta. Di luar teritorial itu tongseng tidak familiar.

Bakul-bakul dari wilayah tadi biasanya menjual sate, gulai (dilafalkan gule), dan tongseng sebagai satu kesatuan. Beberapa menambahkan versi turunannya seperti tengkleng, kicik, sate goreng, atau nasi goreng. Tapi menu-menu tadi dibahas lain waktu saja, masih ada 28 hari ke depan. Sayang dong kalau dibahas semuanya.

Tongseng sebetulnya adalah fusi dari sate dan gule. Bisa disebut sate yang dimasak dalam kuah gule.Bisa juga gule yang ditumis dengan potongan daging dari sate. Terserah memaknainya bagaimana. Yang jelas esensi dari tongseng adalah di kuah gule-nya. Dan ini bagian yang paling menyita waktu.

Mempersiapkan kuah gule artinya menyediakan waktu untuk mengolah tulang kambing sebagai dasar kaldu. Favorit saya adalah tulang bagian paha yang masih banyak sumsumnya. Saya biasa beli 20 ribu rupiah di tukang daging kambing langganan di pasar Empang, Bogor. Kalau mau lebih berlemak, tambahkan gajih saat menumis bumbu basah.

Selanjutnya, mengolah bumbu. Gule yang dipakai untuk tongseng adalah gulai gagrak Minang yang lebih dekat ke Arab bukan gulai ala Aceh yang condong ke kari India. Tapi tentunya disesuaikan dengan lidah Jawa yang perlu rasa manis di mana pun dan tidak terbiasa dengan rempah yang terlalu menonjok. Bumbu yang saya pakai biasanya bawang merah, bawang putih, cabe merah, kunyit, jahe, dan kencur yang dhialuskan sebagai bumbu basah. Untuk bumbu keringnya lada, pala, jintan, adas, cabe puyang, kayu manis, dan pekak. Kalau repot menghaluskan bumbu kering, beli saja five spices powder alias bubuk lima rempah alias ngo hiong di supermarket. Ada merk Koepoe-Koepeoe (liarkoe terbanglah bersamaku…) atau Jay’s yang agak mahalan dikit. Kalau mau lebih creamy, tambahkan kemiri yang sudah dihaluskan. Buat penyempurna, tambahkan sereh.

Terakhir, santan. Ada santan instan tapi berdasar trial and error lebih baik pakai santan asli saja. Pedagang-pedagang kelapa parut di pasar biasanya  menyediakan dalam kemasan plastik seliteran. Tinggal tuang. Lebih kental dan lebih legit.

Kemudian masak pelan-pelan di api kecil. Kalau mau lebih merasuki, masak pakai arang. No debate.

Kuah gule siap maka 70 persen tongseng sudah selesai. Selebihnya tinggal memasak potongan daging.

Buat saya tongseng yang benar adalah tongseng yang brutal. Artinya potongan dagingnya tidak harus se-grandeur sate yang kadang harus bebas lemak. Dalam tongseng, semua bagian kambing yang bisa dimakan itu artinya bisa diolah. Makanya saya memberi kredit khusus untuk warung-warung tongseng yang secara by default menyediakan daging, koyoran, sampai jeroahan seperti Tongseng Pak Jaman di Wonogiri, Tongseng Pak Kurdi di Mendut, Magelang, atau Tongseng Mirah “Yono” di Muntilan. Bahkan pelir kambing jantan pun disediakan untuk pembeli yang mau pesan. Bagian ini juga akan saya ulas terpisah saja, sayang dong kalau dikeluarkan sekarang.

Tongseng Mirah “Yono” Muntilan. Dokumentasi Pribadi

Setelah itu tinggal merajang bawang merah, bawang putih, dan cabai merah tergantung seberapa kuat tahan dengan kepedasan. Sekali lagi, tongseng adalah hidangan nyerempet bahaya. Makin pedas, makin sempurna. Tumis semuanya perlahan lalu guyur pelan-pelan dengan kuah gule. Tambahkan kecap manis.  Jangan lupa dengan bubuhan sayuran seperti kol dan tomat muda. Sayuran ini untuk menetralkan segala aktivitas-aktivitas ekstrim tadi.

Ngomong-ngomong istilah tongseng itu muncul dari mana?